Banyak yang beranggapan bahwa seni meretas atau hacking identik dengan penggunaan komputer. Bagaimana tidak? Film-film bernuansa teknologi seperti The Social Network dan Hackers menunjukkan proses hacking yang selazimnya dilakukan para ahli dengan menggunakan komputer sebagai media meretas. Pendiri IDC Indonesia, Johar Alam Rangkuti, punya sudut pandang lain dalam melihat hacking.
Saat tim Yahoo! Indonesia mengunjungi kantor IDC Indonesia pada Selasa, 20 Desember 2011 lalu, Johar bercerita mengenai pertama kali dia mendapat inspirasi hacking, “Kisah hacking saya pertama adalah sekitar tahun 1977, saat pertama kali mendapatkan komputer Radio Shack TRS-80 Model 1. Tapi bukan dengan komputer itu saya melakukan hacking.”
Johar mengisahkan bahwa keingintahuannya terhadap komputer tersebut memancing dia untuk membaca majalah Creative Computing, media yang membawanya masuk ke alam komputasi dengan referensi teknis mendalam. “Itu adalah pertama kalinya saya memegang komputer. Saya tak tahu mau belajar dari mana, tidak ada yang bisa mengajarkan saya menggunakan itu. Maka saya cari cara untuk mempelajarinya.”
Johar bernostalgia, “Saya melihat ayah membayar tagihan restoran dengan kartu kredit. Di situ dia hanya menandatangani struk yang sudah ada nomor kartu kreditnya. Saya pikir, tidak mungkin provider kartu tersebut di luar sana melacak tanda tangan ayah saya. Maka saya memesan majalah tersebut dengan ‘mencuri’ nomor kartu kredit ayah dan memalsukan tanda tangannya. Sebulan kemudian majalah Creative Computing berdatangan ke rumah saya.”
Pria eksentrik yang menyebut dirinya sebagai “tukang internet” ini menambahkan, “Yang saya tekankan dari keberhasilan saya mendatangkan majalah tersebut bukan karena proses mencuri nomor kartu kredit, tapi dengan bagaimana Anda berkreasi terhadap apapun. Hacking itu murni kreativitas.”
Johar yang juga merupakan pendiri jaringan interkoneksi nasional IIX ini menyebut MacGyver sebagai ‘hacker’ favorit, “Orang itu gila. Dia bisa membuat apapun menjadi benda dengan fungsi yang sangat berbeda dari asalnya.” Hacking, baginya tidak selalu membutuhkan komputer sebagai media, namun seberapa jauh orang itu berkreasi atas sesuatu di sekitarnya.
Tapi tidak bisa disangkal, kemampuan hacking, seperti menerobos jaringan, membuat para hacker Indonesia juga sempat terlibat dalam perang dunia maya yang sifatnya besar dan Johar pun terlibat di dalamnya untuk menjadi salah satu ‘tentaranya’ tersebut. “Ada dua perang terbesar yang saya dan teman-teman internet di Indonesia alami. Pertama adalah perang melawan China pada tahun 1998 dan melawan orang-orang di Irlandia pada 1999.” Johar mengisahkan bahwa tak jarang isu politik merupakan latar belakang terjadinya perang di internet. “Berbagai jenis serangan seperti pelumpuhan jaringan sampai perusakan perangkat keras dari jauh terjadi saat itu.”
Walau terlibat di dalam perang dunia maya tersebut, Johar menekankan, “Hacking ‘kan murni kreativitas. Sesuatu yang merusak bagi saya tidak tergolong hacking.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar